BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Garis pokok
keutamaan adalah suatu garis hukum yang menentukan perikutan keutamaan antara
golongan-golongan dalam keluarga pewaris atau yang menentukan urut-urutan
keutamaan di antara keluarga pewaris. Sedangkan garis pokok penggantian adalah
setiap orang dalam sekelompok keutamaan di mana antara dia dengan si pewaris
tidak ada penghubung atau tidak ada lagi penghubung yang masih hidup atau telah
meninggal lebih dahulu dari pewaris. atau yang disebut dengan ahli waris pengganti.
Setelah mempelajari
pokok-pokok faraidh itu yang telah dibentangkan tuhan dalam al-Qur’an, jelaslah
bagi kita, bahwa ini telah jadi salah satu cabang ilmu fiqh islam yang penting.
Dengan sendirinya memerlukan kepintaran dalam ilmu hitung, sehingga tidka
mungkin memimpin umat kalau tidak pandai berhitung.
Tentang faraidh
ini, bersaabda Raasulullah dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh al-Hakim
dan al-Baihaqi juga dari hurairah, katanya berkata Rasulullah:“ pelajarilah faraidh dan ajarkan dia, karena
sesungguhnya itu separuh ilmu, yang akan dilupakan orang dan yang mula-mula
akan dicabut dari umatku.” Sebagaimana dapat difahami, hadis ini adalah
sebagai tahrib, peringatan dari Nabi, bahwa kalau tidak dipelajari ilmu ini
dengan seksama, dia akan lenyap begitu saja, padahal sangat diperelukan apalagi
dalam maslaha kalalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kata Kalalah muncul dua kali dalam al-Qur’an,
yaitu pada Q.S an-Nisa’(4) ayat 12 dan 176. [1]
Hal ini dikarenakan kata ini hanya muncul dalam hubungannya dengan kewarisan
dan dijadikannya sebagai prasyarat keabsahan saudara sebagai ahli waris. Hanya
saja dalam ayat 12 itu tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kalalah. Penjelasan arti kalalah itu baru muncul pada ayat 176,
dan dinyatakan dalam ayat يَسْتَفْتُونَكَ yang
artinya mereka meminta fatwamu ya Muhammad tentang kalalah sendiri yang
dijelaskan oleh Allah. Hal ini menunjukkan kalalah
bukanlah kata yang dipakai secara luas dan karena itu timbul pembahasan
dikalangan ulama apakah lafaz kalalah
dihubungkan kepada pewaris atau ahli waris.
Ada orang yang
ayah bundanya tak ada lagi, telah meninggal lebih dahulu dan dia pun tidak pula
mempunyai anak yang akan menerima pusakanya. Ayah bunda telah mati, anakpun
tidak ada. Orang yang dalam keadaan seperti ini dinamakan Kalalah [2]).
Baik orang itu laki-laki ataupun perempuan. Kata kalalah diambil dari kata al-kalla yang bermakna lemah, kata ini
misalnya digunakan dalam “Kalla ar-rajulu” yang artinya apabila orang itu lemah
dan hilang kekuatannya.
Memang ada sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa kalalah itu adalah “seorang
yang tidak meninggalkan anak” tanpa menyebutkan “ dan Ayah” yang konon
diriwayatkan dari Umar. Namun periwayatan ini dilemahkan oleh Jumhur Ulama.
Berdasarkan pendapat ini ( Jumhur )
ayah tidak menutupi kedudukan saudara sebagai ahli waris. Artinya
saudara-saudara si pewaris tetap dapat mewarisi bersama dengan keberadaan sang
ayah. Sebagaimana jumhur ulama tidak menempatkan anak perempuan setara dengan
anak laki-laki dalam menutupi hak saudara-saudara pewaris. Mereka juga tidak
menempatkan ibu setara dengan ayah dalam kasus ini.
Prof.Dr.Hazairin, salah seorang pakar hukum di Indonesia,
juga mendukung pendapat Innu Abbas sehubungan dengan pengertian kalalah yang menjadikan saudara pewaris
tetap mewarisi dengan keberadaan ayah.
Ulama sepakat (Ijma’) bahwa Kalalah ialah seseorang mati namun tidak mempunyai ayah dan
keturunan, diriwayatkan Dr. Abu Bakar As-Sidiq r.a. ia berkata: saya mempunyai
pendapat mengenai Kalalah”. Apabila
pendapat saya benar maka dari Allah semata dan tidak ada sekutu baginya, adapun
apabila pendapat ini salah, maka karena diriku dan dari setan, dan Allah
terbatas dari kekeliruan tersebut.
B.
Ketentuan Warisan Al- Hawasyiy
Ada beberapa
riwayat tentang sebab turunnya fatwa Tuhan tentang system bagi waris seseorang
yang telah meninggal dalam keadaan Kalalah
ini. Menurut sebuah hadis riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan keempat
penyusun As-Sunnah, dll. Bahwa asal mula turun ayat tentang Kalalah adalah ketika Jabir sedang sakit
keras dan dia tidak sadarkan diri. Datanglah Rasulullah SAW dan langsung
mengambil air wudhu lalu dipercikannya air ke wajah Jabir hingga sadarlah dia.
Ketika Jabir sadar ia bertanya kepada Rasulullah “tidak ada yang mewarisiku
kecuali Kalalah, bagaimana pembagian
warisnya ?”
Hadis yang lain
juga menegaskan bahwa Jabir bertanya “bolehkah mewariskan untuk
saudara-saudaraku sepertiga?” lalu Nabi menjawab “Amat baik!” kemudian Jabir
bertanya lagi “Bagaimana kalau separuh?” Nabi menjawab “Amat baik!” kemudian
Rasulullah pun keluar lalu beliau masuk kembali dan berkata “Pada
penglihatanku, engkau belum akan mati karena sakitmu yang ini. Allah telah
menurunkan firmannya bahwa saudara-saudaramu itu mendapatkan dua pertiga.”[3])
Tentang kalalah, menurut riwayat Abd bin Humaid,
Abu Daud, al-Baihaqi, dari Abu Salamah “barangsiapa yang tidak meninggalkan
anak dan tidak pula bapak, maka pewarisnya itu adalah kalalah.”
Kemudian tentang Al- Hawasyiy, yaitu saudara, paman, beserta
anak mereka masing-masing. Hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia
dengan mereka itu adalah hubungan nasab kearah menyamping. [4]),
yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Saudara laki-laki sekandung
Saudara laki-laki sekandung berhak mewarisi harta
peninggalan saudaranya yang meninggal dunia, sebagaimana yang diterangkan oleh
firman Allah: Q.S An-Nisa ayat 176
y7tRqçFøÿtGó¡o È@è% ª!$# öNà6ÏFøÿã Îû Ï's#»n=s3ø9$# 4 ÈbÎ) (#îtâöD$# y7n=yd }§øs9 ¼çms9 Ó$s!ur ÿ¼ã&s!ur ×M÷zé& $ygn=sù ß#óÁÏR $tB x8ts? 4 uqèdur !$ygèOÌt bÎ) öN©9 `ä3t $ol°; Ó$s!ur 4 bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$# $yJßgn=sù Èb$sVè=V9$# $®ÿÊE x8ts? 4 bÎ)ur (#þqçR%x. Zouq÷zÎ) Zw%y`Íh [ä!$|¡ÎSur Ìx.©%#Î=sù ã@÷WÏB Åeáym Èû÷üus[RW{$# 3 ßûÎiüt6ã ª!$# öNà6s9 br& (#q=ÅÒs? 3 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« 7OÎ=tæ ÇÊÐÏÈ
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang
kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah
(yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu ½ dari
harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh
harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya 2/3 dari harta yang ditinggalkan
oleh yang meninggal. dan jika mereka
(ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian
seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.”
Analisisnya
adalah halaka berarti wafat, laisa lahu walad adalah sifat dari amruu atau hal dari dhamir halaka. Jadi kalimat tersebut
berarti bahwa seseorang yang wafat dan tidak mempunyai anak atau selain anak,
maka keadaan orang yang wafat tadi mempunyai saudara sekandung atau seayah
saja, maka mereka mendapat warisan.[5])
Kemudian al-Suyuthi menambahkan bahwa kata ummrun
menjadi marfu’ dengan fi’il yang menafsirkannya sehingga orang yang wafat kalalah yang tidak meninggalkan anak dan
orangtua, ia memungkinkan saudara sekandung atau seayah[6])
sebagai ahli waris.
Kedudukan mereka sebagai ahli waris
juga didasarkan pada sabda Rasulullah saw.
“ Serahkanlah bagian-bagian harta peninggalan kepada orang-orang yang
berhak. Kemudian sisanya adalah untuk orang laki-laki yang terdekat (hubungan
nasabnya kepada orang yang meninggal dunia).” (H.R. Al-Bukhori dan Muslim
dari Ibnu Abbas).
b. Saudara perempuan sekandung
Seorang yang sedang dalam keadaan kalalah, baik orang itu laki-laki
ataupun perempuan, maka peraturan pembagian warisnya ada lagi. Kita gambarkan
terlebih dahulu. Ada seorang suami atau seorang istri mati. Ayah dan bundanya
tak ada lagi dan anaknyapun tak ada, yang ada hanya istri, atau yang ada hanya
suami. Keluarga mereka yang terdekat hanyalah saudara. Baik saudara itu seorang
laki-laki maupun perempuan. Maka saudara itu, baik dia laki-laki maupun
perempuan mendapat 1/6. Sama saja bagian itu, baik yang meninggal laki-laki
atau yang meninggal perempuan. Dapatlah kita bayangkan, bahwasannya bagian yang
1/6 itu jika ibunya masih hidup, ibulah yang harus mendapat. Sekarang sebab
tidak ada lagi saudara yang seorang itulah yang menerima bagian 1/6 itu. Jika
suami perempuan itu masih ada, niscaya mudahlah kita membagi harta warisan itu
menjadi 12 bagian. ½ untuk si suami, menjadi 6 bagian dan 1/6 bagi saudara yang seorang itu (baik laki-laki
taupun perempuan) menjadi 2 bagian. Yang lebihnya (empat), serahkan kepada
‘Ashabah.
“Tetapi jika mereka lebih dari itu, maka
bersekutulah mereka pada yang 1/3 itu.”
Jelaslah, bahwa kalau saudara yang tinggal itu hanya
satu orang laki-laki atau satu orang perempuan, dia mendapat 1/6. Tetapi kalau
mereka lebih dari satu orang, yaitu berdua atau lebih, mereka itu mendapat 1/3.
Yang sepertiga itu mereka bagi-bagi dengan ketentuan yang laki-laki mendapat
dua kali bagian perempuan.
Niscaya akan timbul keraguan kalau ayat ini yang
menentukan satu saudara yang kalalah
mendapat 1/6 dan kalau lebih dari satu mendapat1/3, padahal di akhir surat
an-Nisa’ ini juga telah disebutkan tentang pembagiannya.
Sebab turunnya ayat 12 adalah berkaitan dengan turunnya ayat
11. An-Nisa’ At-Thobari memaparkan beberapa riwayat yang menjadi sebab langsung
turunnya ayat 12 yaitu pengaduan istri Sa’ad kepada Nabi Saw, karena saudara
Sa’ad mengambil seluruh harta peninggalan dan tidak menyisakan barang
sedikitpun untuk anak-anak perempuan Sa’ad (peristiwa ini terjadi setelah
perang Uud).
At-Thabathabai
meluaskan arti kalalah dengan orang
yang tidak mempunyai keturunan dan orang tua. Ketiadaan keturunan diambil dari
ayat 176 yang diperluas dengan qiyas melalui Ilat “ hubungan langsung ”
sebagaimana dinyatakan dalam ayat 12 maka ibu atau anak perempuan dapat
menghijab secara mutlak semua garis sisi, perbedaan cara pandang tersebut
berakar pada pemahaman kata – kata kunci yang terdapat dalam ayat ( 12 dan 176
) yang apabila ditinjau dari sisi usul maka kata kalalah termasuk kedalam kategori mujmal. Abu bakar ra dan sahabat
pada umumnya hanya menggunakan ayat 12 dengan langsung mencari hadist – hadist
sebagai penafsirnya. Sehingga kata kalalah
sesuai dengan arti Isti’mal yaitu hanya mencakup pada ketiadaan anak laki –
laki dan ayah.
c. Saudara laki-laki seayah
Saudara
laki-laki seayah dapat mewarisi dari harta peninggalan saudaranya yang seayah
yang meninggal dunia. Dalam hal ini para Ulama sepakat bahwa yang dimaksud
saudara laki-laki oleh firman Allah dalam suarat an-Nisa;4 dan 176, ialah saudara
laki-laki sekandung dan saudara laki-laki seayah. Kedudukannya sebagai ahli
waris juga didasarkan pada sabda Rasulullah saw. Yang diriwayatkan oleh
Al-Bukhori dan Muslim dari Ibnu ‘abbas yang telah disebutkan di depan.
d. Saudara perempuan seayah
Saudara
perempuan seayah dapat mewarisi harta peninggalan saudaranya seayah yang
meninggal dunia. Begitu pula para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan
saudara perempuan poleh firman Allah dalam surat 4 (an-Nisa) :176, ialah
saudara perempuan dan saudara perempuan seayah.
e. saudara laki-laki seibu
Jika
seorang perempuan kawin dengan dua kali atau lebih, dan dari masing-masing
perkawinan melahirkan anak, maka hubungan nasab antara anak yang lahir hasil
perkawinan dari suami yang satu dengan anak yang lahir hasil perkawinan dari
suami yang lain, ialah hubungan nasab seibu atau disebut dengan saudara seibu.
Saudara
laki-laki seibu dapat mewarisi dari harta peninggalan saudaranya seibu
yangmeninggala dunia, sebagaimana dijelaskan oleh Allah:
وَإِنْ
كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ
وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ
شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ
“Jika seseorang mati,
baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seseorang saudara laki-laki (seibu saja) atau saudara
seibu saja maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta... (An nisa’ 12)”.
f. Saudara perempuan seibu
Berdasarkan ayat yang baru
disebutkan di atas, jelaslah bahwa saudara perempuan seibu dapat mewarisi dari
harta peninggalan saudaranya yang seibu yang meninggal dunia.
g. Anak laki-laki dari saudara
laki-laki sekandung dan anak laki-laki keturunan seterusnya sampai betapapun
jauhnya ke bawah, tanpa diselingi oleh anak perempuannya.
h. Paman sekandung, yaitu saudara
laki-laki seayah dan
anak laki-laki seayah dan anak laki-laki
kakak shahih yang sekandung betapapun jauhnya keatas.
i.
Paman seaayah, yaitu saudara laki-laki ayah atau saudara laki-laki shahih yang
seayah betapapun jauhnya ke atas.
j.
Anak laki-laki dari paman sekandung dan anak laki-laki keturunan seterusnya
sampai betapapun jauhnya kebawaah, tanpa diselingi oleh anka perempuannya.
k.
Anak laki-laki ari paman seayah dan anak laki- laki keturunann seterusnya smpai
betapapun jauhnya ke bawah, tanpa diselingi anak perempuannya.
Lanjutan ayat : “katakanlah: Allah
akan memberi fatwa kepada kamu dari hal kalalah.”
Yaitu jika Jabir bin Abdullah itu meninggal, tetapi dia tidak mempunyai anak
dan ayahnyapun sudah tidak ada lagi karena lebih dahulu meninggal dari dia.
Tetapi dia memiliki beberapa orang saudara padahal di dalam
keterangan-keterangan yang sudah tentang Faraidh belum ada tersebut bahwa saudara-saudara
itu mendapat bagian. Yang tersebut barulah saudara seibu saja, kalau saudara
seibu seorang dapatlah seperenam. Kalau lebih dari seorang dapatlah ia
sepertiga lalu dibagi-bagi. Lalu bagaimana tentang saudara yang bukan seibu
hanya sebapa ? maka datanglah fatwa Tuhan sebagai jawabannya “jika seseorang meninggal tidak ada baginya
anak, padahal baginya ada seorang saudara perempuan, maka untuk dia separuh
dari apa yang dia tinggalkan itu.”[7]
Jika yang meninggal tidak
meninggalkan anak, yang ada hanya seorang saudara perempuan yang seibu sebapa
atau sebapa saja, maka saudara perempuan itu mendapat separuh dari harta
peninggalannya. Disini hanya disebut tidak meninggalkan anak, tidak disebut
tidak meninggalkan bapak. Sebab meskipun tidak disebut sudah jelas arti Kalalah ialah bapaknya sudah meninggal
lebih dahulu.
“Dan dialah,” yaitu saudara
laki-laki “yang mewarisinya,” yaitu mewarisi saudara perempuan itu. Jika takdir
mengatakan saudara perempuan itu yang meninggal terlebih dahulu tentu saja
dalam keadaan kalalah juga.
Misalnya ada dua orang bersaudara,
seorang laki-laki dan seorang perempuan. Ayah mereka telah meninggal terlebih
dahulu dan di kemudian hari saudara perempuan itu meninggal terlebih dahulu dan
dia tidak meninggalkan anak, maka saudara laki-laki itulah yang mewarisi
seluruh harta perempuan yang mati itu. Berbeda dengan saudara laki-laki yang
meninggal tidak meninggalkan anak, maka saudara perempuan itu mendapat separuh
dari hartanya. “maka jika mereka berdua” yaitu saudara perempuan itu berdua,
sedang yang meninggal ialah yang laki-laki “maka untuk keduanya itu dua pertiga
dari apa yang dia tinggalkan” kalau seorang dapat separuh, kalau berdua dapat dua pertiga, bahkan kalau
mereka lebih dari dua pun mendapat dua pertiga. Sebagai saudara-saudara Jabir
bin Abdullah itu, menurut setengah riwayat mereka ada bertujuh tetapi ada lagi
riwayat mereka adalah sembilan. Yang selebihnya diserahkan kepada ashabah. “dan
jika mereka bersaudara, ada yang laki-laki dan ada yang perempuan , maka untuk
yang laki-laki adalah dua bagian dari perempuan.” Kecuali saudara yang hanya
seibu, sebab mereka sudah mendapat seperenam sebagaimana yang telah ditentukan
pada ayat Kalalah. “sebab yang seperenam yang mereka terima itu adalah
menggantikan pembagian dari ibu mereka yang sudah meninggal lebih dahulu. Kalau
bukan begitu niscaya mereka tidak dapat karena mereka bukan ashabah yang
meninggal.[8])
Sebagian dari hukum-hukum ini sudah
dibicarakan pada permulaan surat, yaitu bagian yang berhubungan dengan warisan
kalalah dari keluarga ketika tidak ada ashabah keluarga laki-laki yang berhak
mewarisi seluruh harta peninggalan yang tersisa.[9]
Jika yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ayah itu mempunyai saudara wanita sekandung atau seayah, maka ia
mendapatkan separo dari harta peninggalan saudaranya itu. Jika saudara itu
laki-laki, maka ia mewarisi seluruh peninggalannya setelah dibagikan kepada
ashabul furudh ahli waris yang berhak menerima bagian tertentu bila yang
meninggal tidak meninggalkan ayah dan anak. Jika saudara yang ditiggalkan itu
dua orang saudara wanita kandung atau seayah, maka mereka mendapatkan dua
pertiga dari peninggalan yang meninggal. Jika saudaranya itu jumlahnya banyak,
baik laki-laki dan perempuan maka saudara laki-laki mendapat dua kali bagian
perempuan sesuai dengan aqidah umum dalam warisan. [10]
C.
Perbedaan
Ayat 12 dan 176 Surat An-Nisa’ tentang Kalalah
Terjadinya perbedaan
arti dari kedua ayat tersebut dikarenakan oleh beberapa hal:
1. Dari sebab turunnya ayat, menurut Rashid ridha,
ayat 12 turun di musim dingin dan ia bersifat zahir karena ahli waris disebut
secara jelas, yakni saudara laki-laki
dan saudara perempuan seibu dengan saham yang pasti. Ayat 176 turun dimusim
panas yang bersifat bayan, yakni ahli waris yang disebut dalam ayat hanya
saudaraperempuan sekandung, perempuan dan saudara laki-laki seayah termasuk
dalam pengertian ayat itu.
2. Qari segi qiraat, pendapat dalam
memahami maksud kata akhun, ukhtun dan ikhwatun (saudara) mutawatir
dialeknya dari sahabat. Dan keduaa kata itu dimaksudkan saudara seibu. Hanya
kata min al-ummi tidak masuk kedalam redaksi ayat karena kata
trersebut tidak langsung dari nabi, tetapi sahabat memahaminya berdasarkan
sebab turunnya ayat tersebut.
3. Dari segi analisis keabsahan,
kedudukan kalalah pada ayat 12 adalah
khabar dan ayat 176 adalalah hal. Ini berarti, Tuhan memberitahukan kepada
manusia dengan tujuan ganda, yakni agar ahli waris tidak mudarat dan pewaris tidak
sesat.
4. Hal lain yang membedakan sehingga
kata kalalah pada ayat 12 dipahami
saudara seibu dan ayat 176 dipahami saudara sekandung dan seayah adalah
terletak pada perbedaan redaksi. Pada ayat 12 disebut yuratsu kalalah dan pada ayat 176 disebut yuftikum fi al-kalalah. Kata yang pertama tanpa dhamir kum dan huruf jar, tetapi kata yang kedua sebaliknya.
Hal ini mengandung isyarat bahwa pada ayat 12, Tuhan memeperjelas masalah
terhadap ahli warisnnya sekalipun jauh. Unyuk ayat 176, tuhan sebagi I’tibar
bahwa pelaksanaan kewarisan dapat dilaksanakan setelah terjadi peristiwa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kalalah adalah suatu persoalan yang banyak
menyita perhatian semenjak dari masa sahabat Jumhur Ulama mengartikannya dengan
menunjuk orang yang tidak mempunyai anak laki – laki dan ayah.
Dengan
demikian kewarisan yang berkenaan dengan kalalah secara umum adalah sebagai
berikut :
1.
Saudara berhak atas warisan sesuai dengan turunnya, selama tidak ada anak
(laki-laki atau perempuan) dan ayah.
2.
Ketentuan bagi saudara kandung atau seayah adalah ½ bila sendiri, 2/3 jika ia
berserikat lebih dari seorang, bila mereka terdiri dari laki-laki dan
perempuan, maka bagiannya 2/3 dengan ketentuan yang jelas yaitu (2:1) antara
laki dan perempuan.
3.
Ketentuan bagi saudara seibu adalah 1/6 bila mereka sendiri baik laki-laki
maupun perempuan, dan 1/3 bila mereka lebih dari seorang baik itu laki-laki
maupun perempuan dengan ketentuan yang pasti (2 : 1) antara laki dan perempuan.
Dengan demikian persoalan kalalah pada dasarnya adalah mendudukkan saudara sebagai ahli waris
dan yang dapat menghijabnya adalah ahli waris dari sisi keturunan anak dan
ayah. Yang kemudian pembagian warisan tersebut dilakukan setelah dikeluarkan
harta untuk memenuhi wasiat dan hutang si mayit.
Daftar
pustaka
Facthur,
Dr. Rahman, 1975, Ilmu Waris, PT. Al
Ma’arif, Bandung
Hamka, 1980, Tafsir al-Azhar VI, Jakarta: Pustaka Panjimas
Amir,
Syafruddin, 2004, Hukum Kewarisan Islam,
Kencana Jakarta
Quthb, Sayyid, 2004, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta :
Gema Insani,
Parman, Ali, 1995, Kewarisan dalam Al-qur’an,cet 1,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
[2] . Prof. Dr. Hamka, 1980, Tafsir
al-Azhar VI, Jakarta: Pustaka Panjimas, hlm 286-287
[3] IBID.. hlm. 95-96
[5] . Ali Parman, 1995, Kewarisan
dalam Al-qur’an,cet 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm 52
[6] . Ibid…
[7]Op, Cit..
[8] Ibid, hlm.97
[9] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta : Gema Insani,
2004), hlm.152
[10] Ibid,
Lucky Club Casino Site 2021 ᐈ Find the Best Bonus Codes
BalasHapusLucky Club casino site. Bet. All the best online casino games, best games, fast payouts and generous promos. Sign up luckyclub.live today!