METODE TAFSIR
Metodologi penafsiran ialah ilmu yang membahas tentang
cara yang teratur dan terpikir baik untuk mendapatkan pemahaman yang benar dari
ayat-ayat Al-Qur’an sesuai
kemampuan manusia.
Pada perkembangan dewasa ini, sebut saja pada temuan
ulama kontemporer, yang dianut oleh sebagian pakar Al-Qur’an, yang dipopulerkan
oleh M.Quraish Shihab adalah pemilahan metode tafsir al-Qur’an terbagi menjadi
empat bagian, yakni: global (Ijmali,) analitis
(tahlily), perbandingan (muqorin), dan tematik (maudhu’i). dari keempat metode ini,
menurut pengamatan Shihab, yang paling populer adalah, metode analitis dan
tematik. Berikut elaborasi singkat perkembangan masing-masing metode tafsir.
A.
Metode
Global (Ijmaly)
Metode ini merupakan metode yang
pertama kali hadir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir. Al-Tafsir
al-Ijmaly adalah suatu metode tafsir yang
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global.[1]
Beberapa karya tafsir yang menerapkan
metode ini, di antara mereka adalah Jalal al-Di al-Mahalli (w.864 H) dan Jalal
al-Din al Suyuthi (w. 911 H) yang mempublikasikan kitab tafsir yang sangat
populer dibawah judul Tafsir al-Jalalain.[2]
Pada era modern, kecenderungan penerapan metode global dalam menafsirkan
al-Qur’an diikuti pula oleh Muhammad Farid Wajdi (1875-1940) dalam karyanya Tafsir al-Qur’an al Karim dan al-Tafsir al
–Wasith.
Dalam metode ijmali seorang
mufasir membahas ayat demi ayat sesuai dengan
urutan yang tertuang dalam mushhaf, kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud
oleh ayat tersebut artinya langsung menafsirkan Al-Qur’an dari awal sampai akhir
tanpa perbandingan dan penetapan judul. Pola serupa ini tak jauh berbeda dengan
metode analitis, namun
uraian di dalam Metode Analitis lebih rinci dari pada di dalam metode global sehingga mufasir lebih banyak
dapat mengemukakan pendapat dan ide-idenya. Sebaliknya di dalam metode global,
tidak ada ruang bagi mufasir untuk mengemukakan pendapat serupa itu. Itulah
sebabnya kitab-kitab Tafsir Ijmali seperti
disebutkan di atas tidak memberikan penafsiran secara rinci, tapi ringkas dan
umum sehingga seakan-akan kita masih membaca Al-Qur’an padahal yang dibaca
tersebut adalah tafsirnya; namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga
penafsiran yang agak luas, tapi tidak sampai pada wilayah tafsir analitis.[3]
Keunggulan
metode ini adalah terletak pada
karakternya yang simplistic dan mudah dimengerti, dan lebih mendekati dengan
bahasa al-Qur’an. Kelemahannya yakni
menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial dan tidak ada ruang untuk
mengemukakan analisis yang memadai. Hal ini yang akhirnya memicu mereka untuk
menemukan metode lain yang lebih baik dari metode global.
B.
Metode
Analitis (Tahlily)
Menurut al-Farmawi, Al Tafsir al-Tahlily adalah
suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-qur’an
dari seluruh aspeknya.[4] Di
dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah
tersusun di dalam musyhaf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti
kosakata yang di ikuti dengan penjelasan globalnya.
Sistematika metode analitis biasanya dimulai dengan
mengemukakan korelasi (munasabah), baik
antar ayat maupun surat. Lalu menjelaskan latar belakang turunnya ayat (asbab al-nuzul), menganalisis kosa kata
dan lafazh dalam konteks bahasa Arab, menyajikan kandungan ayat secara global,
menjelaskan hukum yang dapat dipetik dari ayat, dan terakhir menerangkan makna
dan tujuan syara’ yang terkandung dalam ayat. Khusus untuk corak tafsir ilmu
pengetahuan (ilmi) dan sastra social
kemasyarakatan (al-adabi al-ijtima’i), biasanya
si penulis karya tafsir memperkuat argumentasinya dengan mengutip pendapat para
ilmuan dan teori ilmiah kontemporer.
Keunggulan metode
ini terletak pada, antara lain cakupan bahasan yang sangat luas karena memiliki
dua bentuk tafsir (ma’tsur dan ra’y) yang
penyajian karya tafsirnya meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti bahasa,
hukum, ilmu pengetahuan, mistik, filsafat dan sastra social kemasyarkatan dan
dapat menampung berbagai gagas. Kelemahannya
antara lain: Membuat petunjuk al-Qur’an bersifat parsial sehingga terkesan
bimbingan yang disajikan al-Qur’an tidak utuh dan inkonsisten, melahirkan
penafsiran yang subjektif akibat kecenderungan mufasir pada suatu aliran
tertentu, memungkinkan masuknya pemikiran israliyat.
C.
Metode
perbandingan (Muqarin)
Al- Tafsir Al- Muqarin adalah metode yang
mengemukakan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh sejumlah para
penafsir. Dalam hal ini mufasir menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Qur’an, lalu
dikaji dan diteliti penafsiran sejumlah penafsir menyangkut ayat-ayat tersebut
dengan berpedoman pada karya-karya tafsir yang mereka sajikan.[5]
Sementara yang menjadi sasaran kajiannya meliputi: perbandingan ayat al-Qur’an
dengan ayat lain, perbandingan ayat al-Qur’an dengan hadis dan perbandinagn
penafsiran dengan mufasir yang lain.[6]
Mufasir
membandingkan ayat Al-Qur’an dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat yang memiliki
persamaan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang berbeda; atau
ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda dalam masalah atau kasus yang (diduga)
sama. Al-Zarkasyi mengemukakan delapan macam
variasi redaksi ayat-ayat Al-Qur’an[7],
sebagai berikut :
(a) Perbedaan tata
letak kata dalam kalimat, seperti :
ﻗﻞﺇﻥﻫﺪﯼﺍﷲﻫﻮﺍﻟﻬﺪﯼ
“Katakanlah :
Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk” (QS : al-Baqarah
: 120)
ﻗﻞﺇﻥﺍﻟﻬﺪﯼﻫﺪﯼﺍﷲ
“Katakanlah :
Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah” (QS : al-An’am
: 71)
(b) Perbedaan dan
penambahan huruf, seperti :
ﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan
kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak
akan beriman” (QS : al-Baqarah : 6)
ﻭﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan
kepada mereka ataukah tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan
beriman” (QS : Yasin: 10)
(c) Pengawalan dan pengakhiran, seperti :
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻚﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢ
“...yang membaca kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah serta mensucikan
mereka” (QS. Al-Baqarah :129)
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻪﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ
“...yang membaca ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah” (QS.
Al-Jumu’ah : 2)
(d) Perbedaan nakirah (indefinite noun) dan
ma’rifah (definte noun), seperti :
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﻫﻮﺍﻟﺴﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“...mohonkanlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya
Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat : 36)
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﺳﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“...mohonkanlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya
Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf : 200)
(e) Perbedaan bentuk jamak dan tunggal,
seperti :
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺓ
“...Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka,
kecuali selama beberapa hari saja.” (QS. Al-Baqarah : 80)
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺍﺕ
“...Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka,
kecuali selama beberapa hari yang dapat dihitung.” (QS. Ali-Imran : 24)
(f) Perbedaan penggunaan huruf kata depan,
seperti :
ﻭﺇﺫﻗﻠﻨﺎﺍﺩﺧﻠﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻓﻜﻠﻮﺍ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman : Masuklah kamu ke
negeri ini, dan makanlah ...” (QS. Al-Baqarah : 58)
ﻭﺇﺫﻗﻴﻞﻟﻬﻢﺍﺳﻜﻨﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻭﻛﻠﻮﺍ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman : Masuklah kamu ke
negeri ini, dan makanlah ...” (QS. Al-A’raf : 161)
(g) Perbedaan penggunaan kosa kata, seperti
:
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﺃﻟﻔﻴﻨﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka berkata : Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati (alfayna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS.
Al-Baqarah : 170)
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﻭﺟﺪﻧﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka berkata : Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati (wajadna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS.
Luqman : 21)
(h) Perbedaan penggunaan idgham (memasukkan
satu huruf ke huruf lain), seperti :
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka
menentang Allah dan Rasulnya, barang siapa menentang (yusyaqq) Allah, maka
sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr : 4)
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka
menentang Allah dan Rasulnya. Barang siapa menentang (yusyaqiq) Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr :
4)
Beberapa
diantara karya tafsir yang menerapkan metode ini adalah Durrat al-Tanzil wa Ghurrat al-Ta’wil karya al-Iskafi (w. 240 H), al-Burhan
fi Taujih Mutasyabah al-Qur’an karya al-
Karmani (w. 505/1111), dan al-Jami’
li Ahkam al-Qur’an karya al- Qurthubi
(w. 671 H).
Keunggulan
metode ini antara lain kemampuannya dalam memberikan penafsiran yang relatif
luas kepada pembaca, mentolerir
perbedaan pandangan sehingga dapat mencegah fanatisme pada suattu aliran, memperkaya pendapat dan komentar suatu
ayat, bagi mufasir termotivasi untuk
mengkaji berbagai ayat, hadis dan pendapat mufasir lain. Kelemahan metode ini
antara lain tidak cocok dikaji oleh para pemula, karena memuat materi yang
sangat luas dan bahasan yang sangat ekstrim,
kurang dapat diandalkan dalam menjawab problem social yang berkembang di
masyarakat, terkesan dominan membahas
penafsiran ulama (terdahulu) disbanding penafsiran baru.
D.
Metode
Tematik (Maudhu’i)
Yang dimaksud dengan metode
maudhu’i ialah membahas ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan tema
atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun. Kemudian
dikaji
secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya seperti asbab al-nuzul, kosa kata dan sebagainya.
Semuanya dijelaskan secara rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil
atau fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; baik argumen itu
berasal dari Al-Qur’an dan Hadits, maupun pemikiran rasional.
Sementara itu Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawy
seorang guru besar pada Fakultas
Ushuluddin Al-Azhar, dalam bukunya Al-Bidayah
fi Al-Tafsir Al-Mawdhu’i mengemukakan secara rinci langkah-langkah yang
hendak ditempuh untuk menerapkan metode mawdhu’i.
Langkah-langkah tersebut adalah :
(a)
Menetapkan
masalah yang akan dibahas (topik); (b) Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan
dengan masalah tersebut;
(c)
Menyusun
runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab al-nuzulnya;
(d) Memahami
korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing; (e) Menyusun
pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out-line); (f) Melengkapi
pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan; (g) Mempelajari
ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang
mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang ‘am (umum) dan yang khas (khusus), mutlak dan muqayyad
(terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu
dalam satu muara, tanpa perdebatan atau pemaksaan.[8]
Keunggulan metode ini dengan tiga metode yang
lain adalah terletak pada kapabilitasnya dalam menjawab tantangan zaman karena
ia memang ditujukan untuk memecahkan persoalan, dinamis dan prakyis tanpa harus
merujuk pada kitab tafsir yang berjilid-jilid. Kelemahannya adalah terletak
pada penyajian ayat al-qur’a secara sepotong-sepotong
Sebagian
kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode maudhu’iy ini adalah: Al-Mar’ah
fî al-Qurân dan Al-Insân fî al-Qurân al-Karîm karya Abbas Mahmud
al-Aqqad; Ar-Ribâ fî al-Qurân al-Karîm karya Abu al-‘A’la al-Maududiy;
Al-Washâyâ al-‘Asyr karya Syaikh Mahmud Syalthut; Tema-tema Pokok
al-Quran karya Fazlur Rahman; dan Wawasan al-Quran Tafsir Maudhu’i
Atas Pelbagai Persoalan Umat karya M. Quraish Shihab.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Famawiy, Abdul Hay,
Dr., Al-Bidayah fi Al-Tafsir
Al-Maudhu’iy, Al-Hadharah Al-Arabiyah, Kairo, Cetakan II, 1977.
Al-Zarkasyi,
Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Jilid
II., Al-Halabiy, Mesir, 1957
Ash-Shiddieqy,
M. Hasbi, Sejarah dan pengantar ilmu
Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta:Bulan bintang, 1972
Syukuri,
Ahmad Shaleh, Metodologi Tafsir Al-qur’an
Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, Jakarta: Gaung Persada Press,
2007
[1] . M.
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan
pengantar ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta:Bulan bintang, 1972 hlm. 29
[2] . Ahmad Syukuri
Shaleh, Metodologi Tafsir Al-qur’an
Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, Jakarta: Gaung Persada Press,
2007 hlm 48
[3]. http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/metode-tafsir-al-quran/
di akses pada 10-09-2012, jam 22.10
[4] . Op. Cit,. Ahmad Syukuri Shaleh, Metodologi Tafsir Al-qur’an Kontemporer
dalam Pandangan Fazlur Rahman, hlm 50
[6] .Ibid,..
[8] . Abdul Hay Al-Famawiy, Dr., Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu’iy, Al-Hadharah Al-Arabiyah,
Kairo, Cetakan II, 1977.
Hlm 114-115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar